Selasa, 26 April 2011

Di Balik Kesuksesan Valentino Rossi

Jika di Formula One kita mengenal Michael Schumacher sebagai sang legenda, maka di lomba balap motor pun ada jawaranya. Grand Prix Moto GP mencatat Valentino Rossi sebagai seorang master di balap motor ini. Pria kelahiran Urbino, Italia, 16 Februari 1979 ini berhasil menorehkan tinta emas di dunia balap motor dengan membukukan tujuh gelar juara dunia, sekali di kelas 125 cc, sekali di kelas 250 cc, dan lima kali di kelas puncak 500 cc dan MotoGP. 
                
Bakat pria berusia 29 tahun ini sudah terlihat sejak kecil. Ketika anak-anak seusia asyik dengan mainannya, Rossi sudah bermain dengan motor balap sungguhan. Mental juaranya sudah terasah sejak usia dini. Di usia sepuluh tahun, bahkan Rossi sudah menjuarai kejuaraan gokart regional dengan mengalahkan lawan-lawannya yang berusia jauh di atasnya. 

Pada usia baru menginjak 14 tahun, Rossi juga sudah menjadi juara balap nasional Italia di kelas 125 cc. Kemudian, pada tahun 1998 Rossi naik kelas di kategori 250 cc. Pada tahun pertama ia langsung menjadi runner-up. Perkembangan pesat hasil latihan kerasnya kemudian segera mengantarkan Rossi naik ke kelas internasional. Ia pun menjajal MotoGP kelas 125 cc. Tak perlu menunggu lama, setahun berikut ia sudah naik podium sebagai juara dunia kelas 125 cc. 

Perkembangan karier Rossi melaju sangat pesat. Tahun 2000, penyuka tantangan ini menjajal kelas utama 500 cc. Prestasinya langsung menghebohkan publik dengan juara dunia kelas 500 cc di tahun kedua. Selama tiga tahun berturut-turut Rossi mempertahankan gelarnya di kelas utama bersama Honda.

Menurut Rossi kunci kemenangannya adalah ketenangan dan menjadi pemikir. "Di balap 500 cc kita tidak butuh superhero. Yang kita perlukan cuma tenang, kalem, dan pemikir seperti dokter,"ucapnya. Dengan ketenangan itulah, berkali-kali ia sering memperlihatkan aksi "akrobatik" saat hendak terjatuh atau saat menyalip lawan di tikungan. 

Pada akhir musin 2003, Rossi memutuskan untuk meninggalkan tim Honda dan bergabung dengan tim Yamaha, yang terakhir meraih juara dunia pada tahun 1992 melalui pembalapnya Wayne Rainey. Awalnya, ia disangsikan bisa meneruskan kejayaannya saat masih di tim lama karena memang performa Yamaha dianggap masih sekelas di bawah Honda.

Tapi, bukan Rossi namanya jika tak mampu menaklukkan tantangan. Ia membuktikanb bahwa mesin hanyalah alat, dan oranglah-yakni dirinya sebagai pembalap-yang menentukan menang dan kalah. Dan, ia pun membuktikan semua omongannya. Tim Yamaha mampu diangkatnya ke pentas juara sehingga ia dijuluki The Doctor. Bersama tim Yamaha, Rossi berhasil membuktikan dirinya tetap menjadi yang terdepan dengan menjadi juara dunia tahun 2004 dan 2005.

Rossi merupakan sosok yang menyukai tantangan. Kepindahannya ke Yamaha memberikan tantangan tersendiri baginya. Motivasi untuk mengatasi tantangan membuat Rossi selalu berjaya di setiap kelas dan tim yang digelutinya. Ia merupakan sosok yang dinamis yang tak pernah berhenti dan merasa puas dengan pencapaiannya. Tantangan apapun yang ada di depannya pasti akan dikejarnya.

Menyukai tantangan dan tidak patah semangat adalah kunci keberhasilan dari seorang Valentino Rossi. Ia mampu membuktikan dirinya sebagai yang terdepan di arena balap MotoGP. Tekad dan pemikiran yang matang membuat namanya semakin berkibar di dunia internasional. Kisah perjalanan Valentino Rossi yang layak diacungi jempol dan diteladani. Luar biasa!

Rabu, 20 April 2011

Kado Bagi Wanita

Wanita dalam tinta sejarah tidak akan pernah kering disebut dalam pembentukan sebuah peradapan dunia. Dari jaman dahulu kala hingga detik sekarang wanita menjadi buah pembicaraan yang laris manis, dari jaman Hawa sampai jaman Mega, wanita menjadi soroton utama yang melegendaris.

Flash back, kembali membuka memori kita pada sejarah lama. Wanita dulu terkenal dengan kelemah-lembutan dan keibuannya, bersifat pemalu, terkungkung adat tidak memiliki sebuah ‘kebebasan’ karena terpasung oleh sebuah tradisi ‘pingitan’ yang menyebabkan wanita terbelakang dalam pemikiran. Wanita terperosok dalam ‘penjara’ yang dibuat oleh para pendahulunya, kekolotan dan keluguan menjadi ikoniknya. Ya begitulah kurang lebih gambaran wanita jaman lama.

Coba kita komparasikan dengan wanita sekarang. Atas nama emansipasi, banyak wanita yang rela meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu peradapan demi sebuah karier. Memang tak ada yang melarang wanita berkarier, tapi perlu diperhatikan konsep norma yang ada. Wanita sekarang banyak yang menanggalkan atribut ‘malunya’. Sudah bukan barang langka lagi, kian hari emansipasi kian mirip dengan liberalisasi dan feminisasi. Banyak wanita yang terjebak pada pemikiran modern dan liberal, wanita sejajar dengan pria dalam apapun. Pemikiran barat (westernisasi) menjadi parameter keberhasilan wanita sekarang. Fenomena itu dapat kita temukan setiap saat dimanapun dan kapanpun. Di televisi banyak sekali kita temukan wanita sebagai obyek komersil yang menguntungkan para ‘pecundang materi’, bisa kita lihat salah satunya adalah Inul Daratista dengan goyangan erotisnya memberikan sebuah ‘hiburan baru’ bagi masyarakat.

Dampak yang terjadi, banyak anak kecil yang menirukan aksi ngebornya tanpa mempedulikan adanya rasa ewuh dan kesopansantunan. Rasa malu sudah tercerabut dari nurani. Eksploitasi menjadi kepentingan disana, tanpa disadari secara tidak langsung oleh pelakunya. Modernisasi, apologinya. Itu baru sebagian kecil sebuah deskripsi wanita sekarang. Wanita kini telah maju ke belakang. Artinya secara outlook maju, tetapi pemikiran mengalami sebuah penurunan kemajuan. ‘Kemajuan’ yang terjadi dianggap sebagai bentuk emansipasi atau modernisasi.

Ya begitulah kondisi Indonesia. Kembali pada sejarah lama, kita tengok perjalanan Kartini. Kartini dalam kumpulan suratnya : Door Duisternis Tot Licht, yang diartikan Habis Gelap Terbitlah Terang oleh Armin Pane, dapat dijadikan salah satu tumpuan dalam mencermati sebuah pertarungan ideology yang terjadi saat ini. Setiap manusia memiliki derajat yang sama dan berhak mendapat perlakuan sama, Kartini mengenal prinsip tersebut melalui semboyan Revolusi Perancis Liberty, Egalite dan Fraternite (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan), yang pada dasarnya itu adalah prinsip Islam. Waktu itu terjadi adanya diskriminasi perlakuan karena adanya diskriminasi keningratan, semakin tinggi keningratan seseorang maka semakin tinggi pula rasa hormat manusia lain kepadanya. Hal yang terjadi saat sekarangpun tidak jauh beda, status sosial masih menjadi pertimbangan yang sulit dihapuskan dalam memperlakukan orang lain. Kartini dalam sebuah suratnya (18 Agustus 1899) kepada Stella mengatakan bahwa “Bagi saya hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran (fikroh) dan keningratan budi (akhlaq). Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah orang yang beramal sholeh, orang yang bergelar Graaf atau Baron?…..”

Pesan moral yang terkandung sangat dalam dari petikan surat tersebut. Ada beberapa hal yang bisa diambil dari petikan surat tersebut.

Pertama, Kartini secara tidak langsung meletakkan dasar agama dalam petikan surat tersebut, artinya agama hendaknya menjadi perhatian utama dalam kehidupan wanita khususnya dan manusia umumnya. Faktor fikroh dan akhlaq yang pada dasarnya bermuara pada agama menjadi penentu utama dalam kehidupan manusia (terkhusus bagi wanita). Dengan pegangan agama yang kuat, wanita akan mampu bertahan dalam menghadapi berbagai pergolakan hidup, godaan dan fitnah.

Kedua, maju dan tidaknya sebuah peradaban tidak hanya ditentukan oleh banyaknya aplikasi westernisasi / budaya barat, tetapi substansi maju yang sesungguhnya adalah dari sisi ideologi atau pemikiran. Hal tersebut diperkuat dengan surat Kartini yang ditujukan kepada Ny. Abendanon 27 Oktober, 1902, yang berbunyi : “…. Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna ?. Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradapan ?”. Artinya bahwa budaya barat bukanlah menjadi parameter keberhasilan dalam membentuk sebuah peradapan baru yang bermutu.
Ketiga, wanita dalam kehidupannya dituntut untuk lebih jeli dan peka dalam menentukan sebuah pilihan, moral dan religi hendaknya menjadi tumpuannya.

Keempat, wanita harus mampu memainkan peran dan tugas utamanya sebagai wanita ‘yang sesungguhnya’. Hendaknya wanita berorientasi dan berpikir jauh ke masa depan, sehingga generasi-generasi yang terlahir dari rahimnya menjadi manusia unggulan yang mampu membentuk sebuah peradapan baru yang berkualitas.

Kelima, untuk memiliki pemikiran yang berperadapan tinggi dibutuhkan waktu dan proses yang sangat panjang sebagaimana proses yang telah dialami oleh wanita pejuang kita ; Kartini. Kita ingat kembali pesan moral yang disampaikan dalam surat Kartini tentang perjuangan. “Hidup ini patut kita hayati! Bagaimana kita mau menang kalau kita tidak berjuang lebih dahulu ?”. Perjuangan tidak akan pernah berhenti untuk mewujudkan sebuah mimpi , cita-cita dan kepentingan yang sejati dan hakiki. Penderitaan akan senantiasa mengiringi sebuah perjuangan, kepada wanita : ‘SELAMAT, MARI KITA TETAP BERJUANG !’.

Keenam, wanita memiliki bargaining position yang tinggi dalam membentuk sebuah peradaban baru. Untuk membentuk manusia beradab, harus dimulai dari seorang ibu selaku pendidik manusia pertama.

Ketujuh, Kartini yang merupakan salah satu representasi dari wanita memiliki keberanian untuk mendobrak adat yang pada dasarnya bertentangan dengan HAM dan Islam. Sebuah pemikiran maju yang diungkapkan oleh wanita produk jaman dulu. Luar biasa. Bagaimana dengan pemikiran wanita sekarang yang mengaku ‘berperadapan maju’ dalam memaknai sebuah modernisasi ?

Selasa, 05 April 2011

Sisi Lain Merenung

Merenung, kelihatannya perbuatan ini sepele. Tetapi lihatlah bagaimana orang-orang besar menjadikan kerja merenung ini sebagai bagian dari hidupnya. Einstein, Steven Hawking adalah diantara mereka – ilmuan dunia – yang tak pernah lepas dari aktivitas merenung atau yang sering kita sebut dalam Islam sebagai tafakur (bisa 
disebut begitu).

Dalam buku Ideas and Opinions, Einstein berkata: “Kita ini mirip seorang anak yang masuk ke sebuah perpustakaan besar, penuh dengan buku dalam berbagai bahasa. Anak itu tahu bahwa pasti ada seseorang yang pernah menulis buku-buku itu. Secara samar-samar, si anak menduga adanya keteraturan misterius dalam penyusunan buku-buku itu, tetapi ia tak tahu bagaimana”.


Selanjutnya ia mengatakan,”Bagi saya, itulah sikap yang sesungguhnya dari bahkan orang yang paling cerdas sekalipun terhadap Tuhan. Kita melihat alam semesta disusun dengan sangat menakjubkan dan mematuhi hukum-hukum tertentu. Tetapi, kita hanya memahami hukum itu secara samar-samar saja. Pikiran kita yang terbatas tak dapat menangkap kekuatan misterius yang menggerakkan semesta.”

Inilah hasil kerja merenung dari seorang ilmuan meskipun ia tetap tersesat jalan lantaran tidak beriman tetapi coba bayangkan seandainya kerja merenung ini dimiliki oleh setiap insan beriman, tidakkah itu cukup untuk menambah keimanannya? Mengubah perilaku dan tujuan hidupnya?

Rasulullah SAW, manusia yang menduduki urutan teratas dari seratus tokoh yang paling berpengaruh di dunia, juga tak lepas dari aktifitas merenung atau tafakur ini. Bahkan pernah diceritakan rambut Rasul yang mulia beruban ketika menerima ayat tentang perlunya tafakur baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring memikirkan penciptaan langit dan bumi. Ayat itu di tutup manis dengan ”Rabbana ma kholaqta haada bathilan subhaanaka faqina adzabannar”.

Merenung adalah kerja cerdas. Karenanya potensi akal kita berdayakan, mencoba menggali hikmah dibalik semua penciptaan. Ayat-ayat kauninyah seolah dihamparkan oleh Allah SWT di depan mata kita, namun sayang hanya manusia-manusia cerdas (mau menggunakan akalnya - ulil albab dalam bahasa Qur’an ) yang bisa mengambil semua pelajaran yang diberikan-Nya. Semuanya ada hikmahnya. Semuanya memiliki tujuan tentang arti cinta-Nya. Lihatlah secara berulang, adakah ketidakseimbangan yang tampak di alam ini?

"Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?" (Al Mulk: 3).

Sisi lain merenung
Seorang pemuda (Muhammad – begitu ia dipanggil) menjelang dua pertiga umurnya harus rela pergi bolak-balik makkah-gua hira demi sebuah kebiasaan mulia, merenung. Tiga tahun bukanlah waktu yang pendek, tetapi demi mengobati jiwanya yang terus berguncang melihat jarak yang jauh antara realitas kehidupan di kota Makkah dengan cita-cita kehidupannya. Ada ketidakpuasan yang membawa jiwanya melangkah ke goa itu, tapi juga ada kegamangan yang menenggelamkannya dalam renungan-renungan panjang.

Saya pribadi bertanya pada diri saya sendiri,”Sudahkah saya terlibat dalam renungan-renungan panjang melihat fenomena jauhnya idealita dan realitas kehidupan dikantor tempat saya bekerja?”, ”Sudahkah saya menyumberkan semua kegelisahan itu menjadi kerja-kerja produktif untuk menyelamatkan mereka?” Adakah saya memiliki gejolak maha dahsyat yang menggoncang-goncang batin orang sholeh ketika mendapati 
kemungkaran tetapi ia sendiri tidak tahu harus melakukan apa?

Allah, sesungguhnya tangga kehidupan ini penuh liku-liku, tanamkan dalam jiwaku sebuah perasaan baru, sebuah hasrat baru, sebuah kecenderungan baru, sebuah kegemaran baru; Allah, jadikan aku mencintai khalwat, punya kegemaran menyendiri dan menikmati meditasi-meditasi yang tekun, dalam renungan-renungan panjang yang serius, dalam pemikiran-pemikiran mendalam yang mencerahkan, yang dengannya aku bisa membebaskan sekian banyak orang dari tawanan zaman.

Sabtu, 02 April 2011

Jilbab Mencegah Kanker

Saat ini jilbab bukan lagi fenomena kelompok sosial tertentu,tetapi sudah menjadi fenomena seluruh lapisan masyarakat.Tidak sedikit jumlah artis, eksekutif, dan publik figur lainnya menggemari dan menggunakannya. Beruntunglah anda yang sudah mengenakan jilbab (veil), kerudung bagi wanita muslim ini tak hanya menunjukkan kerendahan hati dan kesopanan, tetapi juga melindungi anda dari penyakit mematikan.

Seperti dikutip dari situs Departemen Kesehatan,jilbab yang dikenal dengan beberapa istilah, seperti chador (Iran), pardeh (Indiah dan Pakistan), milayat (Libya), abaya (Irak), charshaf (Turki,hijab (Mesir, Sudan, dan Yaman), dapat memperkecil resiko pemakainya terkena kanker tenggorokan dan hidung.Alasannya, jilbab mampu menyaring sejumlah virus yang suka mampir ke saluran pernapasan bagian atas.

Profesor Kamal Malaker asal Kanada, menyatakan wanita Arab Saudi yang sebagian besar menutup wajahnya secara penuh, jarang sekali terserang virus epstein barr, yang menyebabkan kanker nasofaring. Bisa dikatakan jumlah penderita kanker jenis ini sangat rendah.

"Jilbab melindungi wanita dari infeksi saluran pernapasan bagian atas", tulis Saudi Gazette. "Di Arab Saudi, jumlah wanita penderita kanker nasofaring sangat rendah dibandingkan laki-laki", lanjt Malaker.

"Kenyataan ini sungguh menarik, bagaimana pakain yang begitu sederhana memiliki pengaruh begitu besar pada kehidupan manusia", ujar Malaker. Kepala bidang onkologi radiasi Rumah Sakit King Abdul Azis. Kanker nasofaring merupakan kanker yang paling banyak diderita masyarakat untuk jenis kanker Telinga Hidung Tenggorokan (THT) Kepala Leher (KL).

Tingginya angka penderita kanker nasofaring terutama akibat keberadaan virus epstein barr yang hampir ada pada 90% masyarakat di negara berkembang. Jika virus tersebut 'terbangun', maka dapat terjadi mutasi sel yang berujung pada kanker nasofaring.

Nasofaring merupakan saluran yang terletak di belakang hidung, tepatnya di atas rongga mulut. Gejal awal dari kanker nasofaring tersebut antara lain gejala pada telinga yang ditandai dengan dengingan terus-menerus pada telinga.

Disamping itu, sering disertai pada hidung seperti pilek berkepanjangan, sering mimisan dan nyeri saat menelan. Kanker nasofaring merupakan penyakit kanker keempat yang paling banyak menyerang penderita kanker di Indonesia.

Jumat, 01 April 2011

Bukan Sekedar Memberi

Kita sesungguhnya patut bersyukur jika di tengah semakin tingginya individualisme masyarakat, di tengah gencarnya arus hedonisme dunia, ternyata “memberi” masih berada dalam daftar aktivitas kita sehari-hari. Entah sekedar memberikan salam atau memberikan sebagian harta benda. Akan tetapi, mungkin kita tak pernah mengukur bagaimana derajat pemberian kita. Dengan kata lain, mungkin kita terlupa bahwa ternyata kita seringkali hanya sekedar memberi, memberikan apa yang sudah tidak lagi kita inginkan, memberikan apa yang sudah tak lagi kita butuhkan. Sungguh terpaut jauh dengan kualitas pemberian oleh para sahabat pendahulu Islam.

Dahulu Fatimah r.a rela memberikan kalung yang dimilikinya kepada seorang fakir yang datang kepadanya. Kita tentu juga tidak asing lagi bagaimana QS. Al-Hasyr: 9 melukiskan kemuliaan kaum Anshar yang dengan senang hati memberikan pertolongan terbaik kepada kaum muhajirin. Bercermin pada kehidupan para sahabat, betapa kita melihat untaian kisah indah mereka yang bisa menjadi para pemberi kaliber dunia, yang bukan saja bisa memberi di saat senggang dan sempit, tetapi juga bisa memberikan bagian terbaik dari diri mereka.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons